London, Senin - Perdana Menteri Irak Nouri al-Maliki mengaku, Irak sudah tidak lagi membutuhkan bantuan pengamanan dari 4.100 personel keamanan Inggris, terutama di garis depan medan pertempuran. Akan tetapi, Irak masih tetap membutuhkan pelatihan personel keamanan dan masalah teknis yang lain.
Pernyataan Maliki itu muncul di berbagai media massa Inggris, Senin (13/10). Seperti disebutkan di harian The Times, Maliki menegaskan, hal ini tidak berarti Irak menolak bantuan dari pihak lain. Namun, untuk saat ini Irak sudah tidak lagi membutuhkan bantuan pasukan tempur. ”Kehadiran tentara Inggris sudah tidak perlu lagi seperti dulu. Kami sangat menghargai semua yang telah mereka lakukan,” ujar Maliki.
Sebagai ganti, kemungkinan Irak masih membutuhkan pelatihan yang terkait keamanan dan isu-isu teknis yang lain. Pernyataan Maliki itu sejalan dengan laporan bulan Agustus yang memaparkan rencana Inggris untuk menarik pulang pasukannya yang bertugas di Irak.
Rencananya, proses penarikan pasukan itu akan dilakukan hingga sembilan bulan ke depan. Akan tetapi, tidak seluruh pasukan akan ditarik pulang segera. Militer memperkirakan masih akan ada beberapa ratus personel Inggris yang tetap dipertahankan.
Perdana Menteri Inggris Gordon Brown pernah berjanji, bulan Juli, akan mulai menarik pasukan pada awal tahun 2009. Namun, militer Inggris mengaku kemungkinan penarikan itu masih dalam proses pembahasan. Sampai saat ini belum ada keputusan apa pun, baik dari pihak militer maupun Pemerintah Inggris.
Selain menegaskan maksudnya agar Inggris ”pulang”, Maliki juga mengungkapkan kekecewaannya dengan pertikaian yang terjadi di kota Basra.
”Pasukan Inggris memilih menarik diri dari konfrontasi yang sedang terjadi dari dalam kota ke arah wilayah bandara. Mereka menjauh dari konfrontasi itu. Akibatnya, kota dikuasai oleh geng-geng dan kelompok milisi,” kata Maliki.
Inggris menyerahkan tanggung jawab pengamanan Basra kepada Pemerintah Irak, Desember lalu, meski pada saat itu tengah terjadi pertikaian yang sengit di antara faksi Syiah dan meluasnya penyusupan anggota milisi ke dalam pasukan keamanan lokal. Meski telah menyerahkan tanggung jawab pengamanan kepada Irak, pasukan Inggris tetap bertahan di markas militer di dekat bandara, 550 kilometer dari Baghdad.
Sebelumnya, Inggris membuka markas di dalam sebuah istana di Basra sesampai di Irak dalam misi ”invasi ke Irak” yang dipimpin oleh AS pada tahun 2003.
”Situasi di sana kian memburuk. Banyak anak muda yang kini membawa pedang dan semena- mena memotong leher wanita dan anak-anak. Rakyat Basra meminta bantuan kami dan akhirnya kami memutuskan untuk masuk ke kota itu,” kata Maliki.
Untung saja, lanjutnya, krisis di kota Basra itu bisa diantisipasi karena adanya keputusan Maliki untuk mengirimkan ribuan tentara Irak ke Basra.
Awal bencana
Dalam kesempatan yang sama, Maliki mengkritik kesepakatan antara Inggris dan Tentara Mahdi, yakni kelompok milisi Syiah terbesar di Irak, untuk menghentikan serangkaian serangan mortir dan peluru kendali.
”Tentu saja kami tidak nyaman dengan kesepakatan yang ada itu. Kami menilai hal itu sebagai awal bencana. Mereka seharusnya sejak awal memberitahukan hal itu kepada kami. Tentu kami bersedia membicarakan kesepakatan itu bersama-sama sekaligus mencari keputusan yang terbaik. Namun, ketika Inggris bertindak seperti itu sendiri, akan muncul persoalan,” kata Maliki.
Meski merasa kecewa dengan Inggris tentang kesepakatan itu, Maliki mengakui, pasukan koalisi tetap telah ”memberikan bantuan yang sangat berarti”. Oleh karena itu, Irak tetap terbuka untuk berbagai perusahaan Inggris.
”Untuk saat ini, hubungan kita amat baik. Kita akan berusaha mempererat hubungan dengan memperluas kerja sama di bidang-bidang lain,” kata Mali- ki. (AFP/AP/LUK)
Rating: 100% based on 975 ratings. 91 user reviews.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar